Sabtu, 30 Juni 2018

Pandangan Etika Bisnis tentang Ajaran Islam dan Barat


TEORI DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS


Sistem etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang  berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur’an dan Hadis.

  1.      Etika Dalam Perspektif Barat


Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain : 

     a.       Teleologi

Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama,  konsepUtility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.

     b.      Deontologi

Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.

    c.       Hybrid

Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
·         Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
·         Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
·         Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
·         Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara. 
·         Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.

2.      Etika dalam Perpektif Islam

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.

KETENTUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM

a)      Kesatuan (Tauhid/Unity)

Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

b)      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.

واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).


Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.

c)      Kehendak Bebas (Free Will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

d)     Tanggungjawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

e)      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.


Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.




Bagaimana Etika dalam Berbisnis

      1.      Kejujuran – Jujur Ketika Berkomunikasi atau Bersikap
Kejujuran merupakan salah satu poin penting untuk menyukseskan usaha sekaligus membangun kepercayaan klien. Anda wajib bersikap jujur dalam segala hal, mulai dari sekadar memberikan informasi hingga ketika menganalisa kekurang perusahaan yang dipimpin.

       2.      Integritas
Seorang pimpinan perusahaan mendapatkan kepercayaan orang lain karena ia memiliki integritas. Integritas sendiri diartikan sebagai konsistensi dan sinkronisasi antara pemikiran, perkataan, dan perbuatan. Meski demikian, membangun integritas tidaklah semudah bayangan karena seringkali Anda harus berhadapan dengan berbagai kepentingan lain yang mungkin berseberangan dengan kepercayaan. Dalam hal ini, seseorang dikatakan sebagai pemimpin yang baik jika ia mampu bertahan dan tidak mengorbankan prinsip yang dipercaya hanya karena mendapat tekanan dari pihak lain.

       3.      Memenuhi Janji Serta Komitmen yang Dibuat
Seorang pebisnis diapat dipercaya karena ia mau dan mempu berusaha memenuhi segala janji dan komitmen yang perna dibuat. Anda tidak boleh sembarangan membuat janji, namun ketika diucapkan langsung berkomitmen untuk memenuhinya dengan baik.

       4.      Loyalitas
Loyalitas adalah hal yang sangat diperlukan aga bisnis dapat berjalan dengan baik tanpa menimbulkan konflik. Keloyalan dapat ditunjukkan dengan bekerja sesuai dengan visi dan misi perusahaan serta tidak mencampurkan urusan kantor dengan masalah pribadi. Anda juga dapat menunjukkan loyalitas dengan memberikan seluruh kemampuan demi perkembangan perusahaan kea rah yang lebih baik.

       5.      Keadilan
Keadilan menjadi salah satu hal fundamental yang harus dimiliki setiap pebisnis sukses. Mereka tidak menggunakan kedudukan atau kekuatan yang dimiliki untuk bersikap otoriter maupun seenaknya sendiri. Mereka mampu bersikap adil pada setiap karyawan, menoleransi perbedaan, berpikiran terbuka, mengakui jika melakukan kesalahan, bahkan tak segan mengubah prinsip atau keputusan jika diperlukan.

     6.      Kepedulian
Seorang pebisnis harus menjadi pribadi yang menunjukkan kepedulian, simpatik, dan baik hati. Anda harus memahami konsep bahwa keputusan dalam berbisnis tidak hanya berpengaruh bagi perusahaan, namun juga seluruh karyawan dan staf yang terlibat didalanya. Seorang pemimpin harus mampu memberikan keputusan yang memiliki sedikit dampak negated dan memiliki paling banyak dampak positif.

     7.      Penghargaan
Anda harus menjadi pribadi yang menghargai orang lain jika ingin menjadi pebisnis sukses. Anda juga harus bersikap profesional dengan tidak membedakan perlakuan kepada orang lain berdasarkan jenis kelamin, ras, agama, maupun kewarganegaraan. Hal ini penting dilakukan bukan hanya untuk kebaikan perusahaan, namun juga agar lingkungan kantor tetap kondusif.

    8.      Mematuhi Aturan
Dunia bisnis tentu memiliki berbagai aturan yang telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis. Patuhilah seluruh aturan tersebut agar dapat menjadi pebisnis yang disegani banyak pihak.

    9.      Jiwa Kepemimpinan
Seorang pebisnis harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dengan menyadari tanggung jawab yang dipikul. Anda juga harus bisa memotivasi seluruh bawahan agar dapat bekerja dan menampilkan performa terbaik.

       10.  Menjaga Reputasi
Seorang pebisnis harus memiliki kemampuan membangun dan melindungi nama baik perusahaan beserta seluruh hal yang berada di dalamnya. Hal inilah yang menjadi kunci datangnya konsumen karena percaya bahwa perusahaan Anda dapat memenuhi segala kebutuhannya.

Senin, 16 April 2018

Kunci Sukses Usaha dan Tipe Wirausaha

Pendahuluan

Setiap orang yang ingin melakukan usaha, tujuannya adalah keberhasilan. Keberhasilan itu perlu melakukan perncanaan yang tepat, agar perencanaan itu dapat berhasil orang yang ingin melakukan usaha harus ada kunci kesuksesan untuk membuka pintu keberhasilan tersebut dan tipe wirausaha yang sesuai dengan usaha yang kita jalani. Dibawah ini kelompok kami memberikan informasi tentang kunci sukses usaha dan tipe wirausaha.
William A. Ward pernah berkata, Ada empat langkah mencapai sukses, yakni perencanaan yang tepat, persiapan yang matang, pelaksanaan yang baik, dan tidak mudah menyerah. Gunakan falsafah Ward ini agar sukses. Perinciannya sebagai berikut :
  • Ikuti perkembangan jaman 
Bergabunglah dalam organisasi yang berkaitan dengan bisnis Anda. Banyak membaca dan gali informasi sebanyak mungkin. Internet akan banyak membantu Anda.
  • Buat rencana keuangan 
Catat semua pemasukan dan pengeluaran setiap harinya. Buat target jangka pendek dan jangka panjang. Jangan pernah menyerahkan kondisi keuangan pada nasib. Perhitungkan dengan matang.
  • Perkirakan aliran uang tunai
Anda harus bisa memperkirakan aliran uang tunai, paling tidak tiga bulan ke depan. Jangan membuat anggarkan pengeluaran yang lebih besar dari itu.
  • Bentuk dewan penasehat atau cari tenaga ahli, untuk memberi ide, saran atau kritik
terhadap Anda dan produk yang ditawarkan Mereka bisa berupa teman-teman atau anggota keluarga yang dipercaya.
  • Jaga keseimbangan antara kerja, santai, dan keluarga
Tak perlu ngoyo, karena sesuatu yang dikerjakan dengan ngoyo, hasilnya tak akan maksimal. Lagi pula, badan dan otak butuh istirahat.
  • Kembangkan jaringan (network)
Tak ada salahnya berkenalan dan bergaul dengan orang-orang yang berhubungan atau bisa mendukung bisnis Anda. Siapa tahu ada ide yang bisa digali.
  • Disiplin/motivasi
Aspek terberat dalam menjalankan usaha sendiri adalah disiplin atau motivasi untuk bekerja secara teratur. Untuk mengatasinya, buatlah daftar apa saja yang harus dikerjakan hari ini dan esok. Tentukan target yang harus dicapai dalam minggu ini.
  • Cintai pekerjaan Anda
Bagaimana akan sukses, jika Anda tak punya “sense of belongin” pada pekerjaan dan produk yang dihasilkan. Cintai pekerjaan dan produksi sendiri, dan uang akan mengikuti Anda.
  • Jangan mudah menyerah
Para pengusaha sukses pun pernah mengalami kegagalan. Jika ingin cepat berhasil, segeralah bangkit dan belajar dari kegagalan. Jangan bersedih terlalu lama, apalagi menyerah.

Strategi Meraih Kemenangan

Apakah Anda selalu menganggap diri sendiri sebagai seorang pecundang ? Cara mengatasinya, belajarlah menjadi pemenang seperti impian Anda. Jika Anda punya kekuatan untuk menang, Anda dapat mencapai karir dan mimpi-mimpi Anda selama ini.
Berikut tipsnya :

1. Kekuatan untuk menang berasal dari pikiran Anda sendiri Teddy Roosevelt, mantan presiden AS, berujar, “Seluruh sumber daya yang kita perlukan ada dipikiran.” Anda telah memiliki segala yang diperlukan untuk jadi seorang pemenang.

2. Yakinlah pada diri Anda Tanpa kegagalan, Anda harus yakin bahwa Anda dapat mencapai tujuan dalam hidup ini. Jika tak yakin memilikinya, maka Anda tidak akan mencapainya.

3. Ketahuilah sesuatu yang membuat Anda bahagia Jika Anda adalah orang yang senang berada di tengah orang banyak sementara Anda bekerja di sebuah gudang penyimpanan, silahkan Anda memikirkan kembali pilihan karir Anda.

4. Evaluasi talenta Anda dengan jujur Jika Anda tidak tahu kekuatan dan hal-hal apa saja yang perlu ditingkatkan, Anda mungkin saja salah menilai pekerjaan yang tepat untuk Anda. Mungkin saja Anda yakin memiliki kemampuan untuk melayani konsumen dengan baik, tapi bos dan mitra kerja menilai Anda butuh berlatih lagi.

5. Jangan biarkan latar belakang menentukan masa depan Anda Jika pengalaman kerja Anda tidak terlalu mulus, jangan biarkan hal ini mempengaruhi prospek karir Anda. Bila Anda telah memiliki tujuan, fokuslah pada hal ini. Jangan terpaku pada sindroma “saya ini orang malang” jika tidak berhasil mencapai sukses.

6. Ikuti teknik visualisasi cepat ini : gambarkan diri Anda tengah berlari dengan tim sepak bola Bayangkan gawang adalah tujuan karir atau keinginan pribadi Anda. Bayangkan pula diri Anda yang berhasil menggolkan bola ke gawang lawan.

7. Kekuatan untuk menang adalah di tangan Anda Tidak ada seorang pun yang dapat menyerahkan kesuksesan itu pada Anda. Andalah yang harus mewujudkan itu. Melakukan sesuatu adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan.

Tipe Wirausaha

Menjadi wirausahawan mandiri.
Untuk menjadi seorang wirausahawan mandiri, berbagai jenis modal mesti dimiliki. Ada 3 jenis modal utama yang menjadi syarat :
  1. Sumber daya internal, yang merupakan bagian dari pribadi calon wirausahawan misalnya kepintaran, ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko, keberanian atau visi jauh ke depan.
  2. Sumber daya eksternal, misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain sebagainya.
  3. Faktor X, misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon usahawan harus menghitung dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai modal. Jika faktor-faktor itu dimilikinya, maka ia akan merasa optimis dan keputusan untuk membuat mimpi itu menjadi tunas-tunas kenyataan sebagai wirausahawan mandiri boleh mulai dipertimbangkan.
Mencari mitra dengan “mimpi” serupa
Jika 1 atau 2 jenis sumber daya tidak dimiliki, seorang calon wirausahawan bisa mencari partner/rekanan untuk membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan. Rekanan yang ideal adalah rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak dimilikinya sendiri sehingga ada keseimbangan “modal/sumber daya” di antara mereka. Umumnya kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa jenis institusi finansial diantaranya bank.
Pilihan jenis mitra memiliki resiko tersendiri. Resiko terbesar yang harus dihadapi ketika berpartner dengan teman dekat adalah dipertaruhkannya persahabatan demi bisnis. Tidak sedikit keputusan bisnis mesti dibuat dengan profesionalisme tinggi dan menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan rusak. Jenis mitra bisnis lainnya adalah anggota keluarga, risiko yang dihadapi tidak banyak berbeda dengan teman dekat. Namun, bukan berarti bermitra dengan mereka tidak dapat dilakukan. Satu hal yang penting adalah memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara terbuka sebelum kerjasama bisnis dimulai sehingga jika konflik tidak dapat dihindarkan, maka sudah terbayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini sebelum merusak bisnis itu sendiri.
Mitra bisnis lain yang lebih netral adalah bank atau institusi keuangan lainnya terutama jika modal menjadi masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa membantu kita melihat secara makro apakah bisnis kita itu akan mengalami hambatan. Bank yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi kelayakan (feasibility study) yang kita ajukan. Penolakan dari bank dengan alasan “tidak feasible” bisa merupakan feedback yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank mengenai elemen apa saja yang dinilai “tidak feasible”. Bank juga bisa membantu kita untuk memantau kegiatan usaha setiap tahun dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan, bank akan mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya. Ini merupakan “warning” dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah. Wirausahawan yang “memaksakan” bank untuk memberi pinjaman tanpa studi kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering mengalami masalah yang lebih parah. Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan hilanglah harapan untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan. Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil maupun skala nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.

Menjual mimpi itu kepada wirausahawan lain (pemilik modal)
Jika teman atau kerabat yang bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih menghargai hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang mereka tidak dalam posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa dijadikan jaminan untuk memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih drastis, yaitu menjual ide atau mimpi indah itu kepada pemilik modal. Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa dilakukan antara si pemilik modal dan penjual ide. Bisa saja pemilik modal yang memodali dan penjual ide yang menjalankan usaha itu, bisa juga penjual ide hanya menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha itu. Jalan ini biasanya diambil sesudah cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan ide yang kita miliki memang sangat layak diperhitungkan. Ketiga cara di atas selayaknya dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan. Tanpa pemikiran mendalam, pengalaman pahit akan menjadi makanan kita. Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum berkembang. Contohnya, pada tahun 1998, penduduk Jakarta tentu masih ingat akan trend “kafe tenda” sebagai reaksi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang saat itu banyak terjadi.
Tiba-tiba saja banyak mantan karyawan perusahaan beralih profesi menjadi wirausahawan. Bahkan usaha tersebut ramai-ramai diikuti oleh pula oleh para selebritis. Trend ini tidak mampu bertahan lama. Banyak “usaha dadakan” ini terpaksa gulung tikar. Entah kemana para wirausahawan baru kita ini akhirnya menggantungkan nasibnya sekarang.

Kesimpulan


Jadi kesimpulan yang dapat kami ambil adalah untuk meraih kunci kesuksesan tersebut harus ada langkah-langkahnya yakni ikuti perkembangan jaman, buat rencana keuangan, perkirakan pengeluaran dan pemasukan, bentuk dewan penasehat, jaga keseimbangan antara kerja, santai, keluarga, kembangkan jaringan, disiplin/motivasi, selalu waspada dan siap, cintailah pekerjaan yang di jalani, jangan mudah menyerah. Menentukan strategi kemenangan yang pertama memiliki kekuatan untuk menang yang berasal dari dalam pikiran, yakin pada diri sendiri, sesuatu yang membuat anda bahagia, evaluasi talenta, jangan biarkan latar belakang anda menentukan masa depan anda, ikuti teknik visualisasi, kekuatan untuk menang ada di tangan anda. Beberapa tipe wirausaha untuk menentukan karir anda di masa depan yang pertama adalah menjadi wirausahawan yang mandiri, mencari mitra yang searah dengan tujuan kita dalam berbisnis, menjual mimpi itu kepada wirausahawan yang lain.

Demikianlah kesimpulan yang dapat kami ambil semoga dapat menambah wawasan dan bermanfaat untuk diterapkan dalam usaha yang akan anda lakukan.

Daftar Pustaka


http://igit.wordpress.com/2007/05/09/kiat-kiat-memulai-usaha-dan-bisnis/


Undang-Undang Perlindungan konsumen dan Contoh Kasus

  Pengertian 


UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa

·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 1999

TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.             bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b.            bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang, memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;

c.             bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globilisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;

d.            bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab;

e.             bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai;

f.             bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;

g.            bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen;

Mengingat:

Pasal 5 Ayat 1, Pasal 21 Ayat 1, Pasal 27, dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

BAB I

KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.             Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2.             Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3.             Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

4.             Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.

5.             Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

6.             Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

7.             Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

8.             Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.

9.             Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

10.          Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

11.          Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

12.          Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

13.          Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3

Perlindungan konsumen bertujuan:

a.             meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b.            mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;

c.             meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d.            menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e.             menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f.             meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama

Hak dan Kewajiban Konsumen

Pasal 4

Hak konsumen adalah:

a.             hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;

b.            hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c.             hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d.            hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;

e.             hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f.             hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g.            hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h.             hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i.              hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5

Kewajiban konsumen adalah:

a.             membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b.            beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c.             membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d.            mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak pelaku usaha adalah:

a.             hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b.            hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c.             hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d.            hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;

e.             hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah:

a.             beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b.            memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c.             memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d.            menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e.             memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f.             memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g.            memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

BAB IV

PERDUATAN YANG DILARANG

BAGI PELAKU USAHA

Pasal 8

1.             Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a.             tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.            tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c.             tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d.            tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut,

e.             tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f.             tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g.            tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;

h.             tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i.              tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j.              tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

3.Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.

4.Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Pasal 9

1.Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

a.             barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b.            barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c.             barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

d.            barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e.             barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f.             barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g.            Ubarang tersebut rnerupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h.             barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i.              secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j.              menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;

k.             menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

2.Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk diperdagangkan.

3.Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a.             harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b.            kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c.             kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d.            tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e.             bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:

a.menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b.menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c.tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;

d.tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e.tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

f.menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

1.             Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.

2.             Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 14

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

a.             tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b.            mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;

c.             memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d.            mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan;

Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

Pasal 16

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

a.             tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;

b.            tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Pasal 17

1.             Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a.mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b.mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c.memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d.tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e.mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

f.melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

2.             Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat 1.

BAB V

KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU

Pasal 18

1.             Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a.             menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;

b.            menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang     yang dibeli konsumen;

c.         menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang  yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d.         menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e.         mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f.          memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g.         menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h.         menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli olch konsumen secara angsuran.

2.             Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

3.             Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.

4.             Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.

BAB VI

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Pasal 19

1.             Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2.             Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.             Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4.             Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5.             Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21

1.             Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.

2.             Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dari tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Pasal 24

1.             Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:

a.         pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa  pun atas barang dan/atau jasa tersebut;

b.         pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.

2.             Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 25

1.             Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

2.             Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat l bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:

a.         tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;

b.         tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:

a.             barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan unluk  diedarkan;

b.            cacat barang timbul pada kemudian hari;

c.             cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d.            kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e.             lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama

Pembinaan

Pasal 29

1.             Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

2.             Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

3.             Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.

4.             Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya untuk:

a.             terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;

b.            berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

c.             meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

5.             Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 30

1.             Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

2.             Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat l dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

3.             Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.

4.             Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.             Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan rnenteri teknis.

6.             Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat l, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

Bagian Pertama

Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas

Pasal 31

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 32

Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 33

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Pasal 34

1.             Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:

a.             memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

b.            melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

c.             melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

d.            mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

e.             menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

f.             menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;

g.            melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

2.             Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.

Bagian Kedua

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 35

1.             Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.

2.             Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

3.             Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

4.             Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.

Pasal 36

Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:

a.             pemerintah;

b.            pelaku usaha;

c.             Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

d.            akademisi; dan

e.             tenaga ahli.

Pasal 37

Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah: a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat; c. berkelakuan baik; d. tidak pernah dihukum karena kejahatan; e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 38

Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:

a.             meninggal dunia;

b.            mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c.             bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;

d.            sakit secara terus menerus;

e.             berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau

f.             diberhentikan.

Pasal 39

1.             Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibantu oleh sekretariat.

2.             Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

3.             Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 40

1.             Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan lbu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.

2.             Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 41

Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkerja berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 42

Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IX

LEMBAGA PFRLINDUNGAN KONSUMEN

SWADAYA MASYARAKAT

Pasal 44

1.             Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.

2.             Lernbaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

3.             Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:

a.             menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b.            memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

c.             bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

d.            membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

e.             melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

4.             Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB X

MENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Pertama

Umum

Pasal 4

1.             Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

2.             Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

3.             Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

4.             Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.

Pasal 46

1.             Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a.             seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b.            sekelompok konsumen yang mempunyai kepentinyan yang sama;

c.             Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;

d.            pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

2.             Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

3.             Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan

Pasal 47

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Bagian Ketiga

Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Pasal 48

Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.

BAB XI

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Pasal 49

1.             Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

2.             Untuk, dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.             warga negara Republik Indonesia;

b.            berbadan sehat;

c.             berkelakuan baik;

d.            tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e.             memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;

f.             berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

3.             Anggota sebagairnana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.

4.             Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

5.             Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 1 terdiri atas:

a.             ketua merangkap anggota;

b.            wakil ketua merangkap anggota;

c.             anggota.

Pasal 51

1.             Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.

2.             Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.

3.             Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 52

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:

a.             melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b.            memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c.             melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d.            melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

e.             menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f.             melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g.            memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

h.             memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;

i.              meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j.              mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;

k.             memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l.              memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m.           menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.

Pasal 54

1.             Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian sengketa konsumen membentuk majelis.

2.             Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 3, serta dibantu oleh seorang panitera.

3.             Putusan majelis bersifat final dan mengikat.

4.             Ketentuan teknis lebih lanjut pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat keputusan menteri.

Pasal 55

Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.

Pasal 56

1.             Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.

2.             Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.

3.             Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen.

4.             Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik unluk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

5.             Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

Pasal 57

Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.

Pasal 58

1.             Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 2 dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan.

2.             Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1, para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

3.             Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.

BAB XII

PENYIDIKAN

Pasal 59

1.             Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

2.             Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil ,sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang:

a.             melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

b.            melakukan pemeriksaan terhadap orang, atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

c.             meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

d.            melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

e.             melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

f.             meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.

3.             Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

4.             Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

BAB XIII

SANKSI

Bagian Pertama

Sanksi Administratif

Pasal 60

1.             Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

2.             Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

3.             Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Sanksi Pidana

Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

Pasal 62

1.             Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

2.             Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).

3.             Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:

a.             perampasan barang tertentu;

b.            pengumuman keputusan hakim;

c.             pembayaran ganti rugi;

d.            perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

e.             kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f.             pencabutan izin usaha.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65

Undang-undang ini berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

·      Jual Bakso Daging Celeng, Pria Ini Dipidanakan   



TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.



Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.


Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.

Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.

Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.

Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.


SUMBER :
http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_8_99perlkonsum.htm

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/447/node/34/uu-no-8-tahun-1999-perlindungan-konsumen
http://metro.tempo.co/read/news/2014/05/05/064575558/jual-bakso-daging-celeng-pria-ini-dipidanakan

MANAJEMEN PEMASARAN GLOBAL 2

SEGMENTASI GLOBAL, TARGET DAN POSISI PRODUK PASAR GLOBAL SEGMENTASI PASAR GLOBAL Didefinisikan sebagai proses mengidentifikasi kelompo...